Menu
Nasional
Megapolitan
Daerah
Politik
Hukum
Video
Indeks
About Us
Social Media

Kritik Ambang Batas Capres 20 Persen, Pendiri PAN: Demokrasi Kita Baru Sampai Tahap Memanjakan Partai, Bukan Rakyat

Kritik Ambang Batas Capres 20 Persen, Pendiri PAN: Demokrasi Kita Baru Sampai Tahap Memanjakan Partai, Bukan Rakyat Kredit Foto: Antara/Yulius Satria Wijaya
WE NewsWorthy, Jakarta -

Salah satu pendiri Partai Amanat Nasional (PAN), Abdillah Toha menilai ambang batas presiden 20 persen adalah algojo pemenggal leher demokrasi.

Abdillah Toha menilai demokrasi di Indonesia hanya memanjakan partai bukan rakyat.

Baca Juga: Diduga Dirampok, Ibu dan Anak Ditemukan Tewas, Gus Umar: Mungkin Pembunuhnya Belajar dari Sambo..

Hal itu disampaikan Abdillah Toha dalam akun Twitter pribadinya, dikutip pada Kamis 29 September 2022.

"Demokrasi kita baru sampai tahap memanjakan partai, bukan rakyat. Ambang batas 20% partai atau gabungan partai utk mencalonkan presiden adalah algojo pemenggal leher demokrasi," ujar Abdillah Toha.

Diketahui PT pertama kali hadir di tahun 2004 yang memenangkan SBY dari Partai Demokrat menjadi Presiden Periode 2004-2009.

Presidential threshold pertama kali dirumuskan dalam Undang-undang Nomor 23 Tahun 2003 tentang Pemilihan Umum Presiden dan Wakil Presiden. 

Pasal 5 Ayat (4) UU itu menyatakan, pasangan calon presiden dan wakil presiden hanya dapat diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memperoleh sekurang-kurangnya 15 persen jumlah kursi DPR atau 20 persen dari perolehan suara sah nasional dalam pemilu anggota DPR.

Lalu pada Pemilu 2009, atau lima setelahnya atau pada Pilpres 2009, besaran presidential threshold berubah. Hal ini diikuti dengan berubahnya UU Pemilu.

Saat itu, pasangan calon presiden dan wakil presiden dapat diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pemilu Legislatif. 

Aturan itu tertuang dalam UU Nomor 42 Tahun 2008. Dengan ketentuan tersebut, ada tiga pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto, Soesilo Bambang Yudhoyono (SBY)-Budiono, dan Jusuf Kalla-Wiranto. 

SBY-Budiono pun keluar sebagai pemenang dengan perolehan suara 60,80 persen.

Lalu pada Pemilu 2014 Adapun pada Pilpres 2014 besaran presidential threshold tak berubah. 

Pilpres 2014 tetap mengacu pada UU Nomor 42 Tahun 2008. Dengan dasar tersebut, pasangan calon presiden dan wakil presiden diajukan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang memiliki sekurang-kurangnya 25 persen kursi di DPR atau 20 persen suara sah nasional dalam Pileg. 

Ketika itu hanya ada dua pasangan calon presiden dan wakil presiden yakni Joko Widodo-Jusuf Kalla dan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa. Jokowi-JK berhasil menjadi pemenang dengan perolehan suara 53,15 persen, mengungguli Prabowo-Hatta yang mendulang suara 46,85 persen.

Sedangkan pada Pemilu 2019, PT kembali berubah. Ketentuan tentang ambang batas itu diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilihan Umum.

Baca Juga: Kenapa Mencapai Financial Freedom itu Penting?

Penulis/Editor: Devi Nurlita

Tag Terkait:

Advertisement

Bagikan Artikel: